Lailatul Qadar Disebutkan malam Untuk kejadiannya Dikala semua orang terlelap dan bulan menimang petangnya Padahal, Aku sering Aku kerapkali Malam ku menjadi siang, dan siangku seperti malam Seseringnya itu terjadi Malam Lailatul Qadar ku Dimana keberkahan Allah menyertai mu Yang rapi mengaliri seluruh arteri yang menghitam Akan kau turun di siang hariku? Karena hati ini sering merasa malam di siang hariku Dan sebaliknya. Wahai hatiku materialis pahala Maka hidayah akan menembus setelah idul Fitri nya Meresap di akar dan menjadi landasan pendaratan qolbu Lailatulku untuk penyesalan kerinduanku dalam kebaikan Qodarku untuk perjuangan dan jalan yang menurut nya terbaik buatku Lantas apa yang tersisa? Sampai nanti pagi menyudut mencari celah Aku rindu Engkau ya Rabb ku.
Bahkan aku Iki bukan wadah ku. Itu cuma wadah jasad yang di pinjamkan. Sedang Berdiri melihat aku yang bukan wadahku sendiri terombang ambing sungai. Sebentar lagi akan ketakutan pada dunia. Dan itu memang “terlihat” nyata. Memberi efek ketakutan dan kesusahan yang sama. Akan selalu ada kosong dalam cinta. Apalagi tehadap sesama. Selalu membuat sesak di dada. Kata Sabrang, Bukan cinta yang menumbuhkan rindu. Tapi kumpulan semua cinta itu menandakan kalau sebelumnya kita ini merindukan sesuatu. Memang susah untuk selalu ingat Allah setiap detik. Kadang lupa dan tidak sengaja jauh. Lalu mendekat lagi membawa perih begitu saja. Kita akan mengenal jauh, karena membandingkan dengan kita yang pernah dekat. Jarak kita dengan Allah… Akan memunculkan apa yang dinamakan rindu. Pejamkan mata, dan berdzikir lah dalam-dalam. Karena tidak ada yang bisa kita lakukan terhadap perasaan. Terima nyata nya, apa adanya. Kita akan sendiri. Perjalanan masih panjan